“PANCASILA
SEBAGAI
PARADIGMA
PEMBANGUNAN”
TUGAS MATA KULIAH PANCASILA
Jurusan Peternakan
Program Studi Produksi Ternak
Oleh
Deddy Lauren Andriyanto
C31120204
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
POLITEKNIK
NEGERI JEMBER
2013
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
PEMBANGUNAN
Kata
paradigma berasal dari bahasa inggris “paradigm” yang berarti model, pola, atau contoh. Paradigma juga berarti suatu gugusan sistem
pemikiran, cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara
pemecahan masalah yang dianut suatu masyarakat tertentu. Pancasila adalah paradigma, sebab Pancasila
dijadikan landasan, acuan, metode, nilai, dan tujuan yang ingin dicapai dalam
program pembangunan.
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan, artinya pancasila berisi anggapan-anggapan dasar yang merupakan
kerangka keyakinan yang berfungsi sebagai acuan, pedoman dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pemamfaatan hasil-hasil pembangunan nasional.
Misalnya :
·
Pembangunan tidak boleh bersifat pragmatis, yaitu pembangunan itu tidak hanya
mementingkan tindakan nyata dan mengabaikan pertimbangan etis.
·
Pembangunan tidak boleh bersifat ideologis, yaitu secara
mutlak melayani Ideologi tertentu dan mengabaikan manusia nyata.
·
Pembangunan harus menghormati HAM, yaitu pembangunan tidak
boleh mengorbankan manusia nyata melainkan menghormati harkat dan martabat
bangsa
·
Pembangunan dilaksanakan secara demokratis, artinya
melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan dalam pengambilan keputusan
yang menyangkut kebutuhan mereka.
·
Pembangunan diperioritaskan pada penciptaan taraf minimum
keadilan sosial, yaitu mengutamakan mereka yang paling lemah untuk menghapuskan
kemiskinan struktural. Kemiskinan
struktural, adalah kemiskinan yang timbul bukan akibat malasnya individu atau
warga Negara, melainkan diakibatkan dengan adanya struktur-struktur sosial yang
tidak adil.
PERAN PANCASILA MENJADI PARADIGMA DALAM PEMBANGUNAN
POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, DAN PERTAHANAN KEAMANAN.
1. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Politik
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila
bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan
dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya
dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
·
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial
mencakup keadilan politik, budaya, agama, dan ekonomi dalam kehidupan
sehari-hari
·
Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi)
bilamana dalam pengambilan keputusan
·
Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan
prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan
·
Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan
pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab
·
Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial,
demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber
pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era
globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu
direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup
masyarakat tradisional (berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat
industrial, dan masyarakat purna industrial. Dengan demikian, nilai-nilai
sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat informasi adalah:
·
nilai toleransi
·
nilai transparansi hukum dan kelembagaan
·
nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai
dengan kata)
·
bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam
Astrid: 2000:3).
2. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan
paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan
ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan
kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada
moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Pancasila
bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena
itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi
yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi
yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan
kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari
nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan
ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas,
monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan,
ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Dalam Ekonomi
Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesar besar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan perekonomian
nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang
seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat).
Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan kesempatan, dukungan, dan
pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi, usaha kecil, dan usaha
menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab
itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi. Ekonomi Kerakyatan
akan mampu mengembangkan program-program kongkrit pemerintah daerah di era
otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan keadilan dan
pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu
memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,
transparan, dan partisipatif.
3. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila
pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang
dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan
sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu
menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang
menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Perlu ada
pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai
warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan
dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak
negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara
berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya
komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak
asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang
sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman
kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah
pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga
ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan
dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila
dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan –
kebudayaan di daerah:
·
Sila Pertama, menunjukan tidak
satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia
yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
·
Sila Kedua, merupakan nilai budaya
yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan
asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya
·
Sila Ketiga, mencerminkan nilai
budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara
untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat
·
Sila Keempat, merupakan nilai
budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk
melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk
mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan
·
Sila Kelima, betapa nilai-nilai
keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan
bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Hukum
Salah satu
tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (sishankamrata).
Sistem ini
pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan
negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan
keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3
Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dengan
ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di dalamnya
terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:
·
adanya perlindungan terhadap HAM,
·
adanya susunan ketatanegaraan negara yang
mendasar, dan
·
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas
ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya
terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945
atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia
mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat
dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah
oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan hukum, hukum (baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan
dengan sila-sila:
·
Ketuhanan Yang Maha Esa,
·
Kemanusiaan yang adil dan beradab,
·
Persatuan Indonesia,
·
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
·
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan
demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau
penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk
hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan
merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
5. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak
dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini menjadi
cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah
Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku,
etnis, bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama.
Namun
akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan karena
ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa
yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia
memang terdapat beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang
diperbuat oleh umat Islam menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan
merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat
beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah
pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua
umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas (ummatan
wahidah).
2. Hubungan
antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas
lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
·
Bertentangga yang baik
·
Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
·
Membela mereka yang teraniaya
·
Saling menasehati
·
Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut
mengisyaratkan:
·
Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga
negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama
·
pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari
Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan
politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki
heterogenitas di bidang agama.
apa saja peran pancasila dalam pembangunan indonesia??
BalasHapuswah mksh infonya
BalasHapuslanjutkan
BalasHapusmari kita jalankan paradikma ini
BalasHapussabar ea ^_^
BalasHapusMERDEKA........!!!!!
Contoh dari Pancasila sebagai Paradigma di bidang Sosial Budaya seperti apa ??
BalasHapustrimakasih, sangat membantu. izin copy yah.
BalasHapusGod bless :)